LEBAK, -- detikrakyat.com, Paska penetapan tersangka oleh pihak Kepolisian Polres Lebak Polda Banten, Sabtu (12/10/24), terhadap 2 orang terduga pelaku pengrusakan pagar pintu gerbang kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kabupaten Lebak, yang terjadi dalam aksi unjuk rasa yang di gelar Paguyuban Masyarakat Peduli Lebak (PGML) hingga mengakibatkan dua anggota satpol PP Kabupaten Lebak menjadi korban, pada Senin 23 September lalu, menimbulkan kontroversi dan kritik tajam dari berbagai kalangan aktivis Lebak terkait Standar Operation Prosedur (SOP) penanganan aksi unjuk rasa oleh aparat Kepolisian dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak. Minggu 13 Oktober 2024.
Kritik tersebut salah satunya datang dari tokoh LSM Lebak Yayat Ruyatna, dalam keterangannya kepada media ini Yayat Ruyatna menyebut, selaku warga masyarakat Kabupaten Lebak dirinya mengaku sangat prihatin dan ikut berduka cita atas gugurnya salah satu anggota Satpol PP ketika menjalankan tugasnya mengamankan jalannya aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Lebak. Namun ia menilai, terlepas dari isu dan opini yang saat ini sedang berkembang di kalangan masyarakat, ada hal yang luput dari perhatian dan sorotan publik soal SOP pengamanan yang dilakukan oleh anggota satpol PP saat melaksanakan tugas pengamanan unjuk rasa.
“Sebagai warga masyarakat Kabupaten Lebak saya sangat menyesalkan adanya kejadian ini, secara pribadi dan organisasi saya mengucapkan bela sungkawa dan duka yang mendalam atas gugurnya salah satu putra terbaik Lebak, anggota satpol PP yang meninggal paska terjadinya aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu didepan gedung dewan akibat luka – luka yang dialaminya ketika mengamankan aksi, semoga mendapat tempat yang layak disisi Nya, aamiin...” ucapnya lirih.
Yang perlu kita fahami dan tidak boleh kita lupakan, lanjut Ketua Forum LSM Lebak Yayat Ruyatna. Insiden dalam aksi unjuk rasa tersebut harusnya tidak terjadi jika semua pihak terutama pihak keamanan, melaksanakan dan melengkapi dirinya dengan perlengkapan yang sesuai dengan Standar Operation Prosedur (SOP) guna mengantisipasi hal terburuk yang bisa saja terjadi dilapangan.
“Kita semua tau, tugas cakupan personel Satpol PP sangat luas dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban umum di lingkungan Pemda Lebak. Dalam hal ini saya ingin mengkritisi betapa rapuhnya tingkat keamanan personil Satpol PP ketika bertugas karena tidak tersedianya Alat Pelindung Diri (APD) yang bisa dipakai sebagai alat pertahanan diri dari potensi serangan ataupun gangguan terhadap kerja petugas (Satpol PP) di lapangan, aspek ini saya kira perlu juga dikemukakan kepada publik agar kita objektif dalam melihat sebuah kejadian atau persoalan yang terjadi dan menjadi konsumsi publik. Harus diakui bahwa ini adalah kelemahan dan kelalaian dalam mengimplementasikan Perbup nomor 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Lebak,” imbuh Yayat Ruyatna.
Tidak hanya sampai disitu, Yayat Ruyatna juga menyebut, seharusnya pihak sekretariat DPRD Kabupaten Lebak melakukan perbaikan terhadap pintu pagar gerbang yang sudah lapuk dimakan usia, karena pernah dilakukan penyegelan oleh aksi sebelumnya dan diketahui ada komponen yang rusak dan perlu diperbaiki.
“Saya tau pagar itu sudah rapuh karena pernah terjadi adu dorong dalam aksi sebelumnya, tetapi sepertinya pihak sekwan membiarkannya sampai ada insiden seperti ini,” terangnya.
Lebih lanjut Tokoh LSM kelahiran Carucub Kecamatan Cibeber Lebak Selatan Ini, ia menyoroti tidak maksimalnya pengamanan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam melakukan tindakan pencegahan ketika ada potensi kericuhan atau chaos dalam kegiatan unjuk rasa tersebut.
“Saya mengapresiasi langkah yang sudah dilakukan oleh aparat kepolisian sebagai penanggung jawab Kamtibmas dalam menyikapi persoalan ini, terlebih sudah ada dua orang yang di tetapkan sebagai tersangka dan dianggap bertanggung jawab atas insiden yang terjadi, tetapi dengan adanya kejadian ini perlu ada evaluasi dari pihak Kepolisian dalam hal pengawasan dan asistensi terkait upaya pengamanan unjuk rasa sesuai Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan Kepolisian, jadi pada intinya persoalan ini jangan hanya dilihat dari satu sudut pandang saja, tetapi, terjadinya tragedi ini adalah kesalahan disemua lini yang harus diperbaiki, agar kedepan, dalam menjalankan demokrasi kita selalu mengedepankan kedamaian dan etika,” pungkasnya. (Red)